0leh: Zuhri
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhaar Lubuklinggau
"Di antara (tanda) kebaikan keislaman seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tak berguna baginya". (HR. Tirmidzi).
Banyak hal-hal positive yang dapat kita kerjakan untuk mengisi liburan. Di antaranya adalah membaca. Karena membaca adalah kuncinya ilmu, maka barang siapa ingin menjadi 'alim (orang yang berilmu) ia harus banyak membaca. Dalam membaca, kita harus juga bisa memilih apa yang baik untuk dibaca, dan mengerti apa yang kita baca. Karena sesungguhnya ilmu adalah amat luas, sedangkan umur kita amat pendek.
Ibnu al-Jahm berkata, "Jika kantuk datang menyerang sebelum waktunya tidur maka saya akan mengambil salah satu buku dari buku-buku hikmah. Dengan buku itu saya merasakan adanya gelora untuk mendapatkan nilai-nilai dan adanya kecintaan terhadap perbuatan-perbuatan baik yang menyeruak ketika saya mendapatkan sesuatu yang menarik, dan yang meliputi hati dengan kebahagiaan. Perasaan hati ketika sangat senang membaca dan belajar akan lebih punya kekuatan untuk membangunkan daripada suara keledai dan bunyi reruntuhan yang mengejutkan". (Al-Qarni, 2004: 121).
Ulama-ulama terdahulu kita, amat sekali senang membaca walaupun dalam keadaan sempit, dan susah untuk mendapatkan buku-buku. Dan ada sebagian ulama yang tidak meninggalkan hobi mereka dalam membaca meskipun mereka dalam keadaan sakit. Syekh Ibnu Taimiyah apabila sakit atau kena flu, beliau selalu meletakkan buku di atas kepalanya. Apabila beliau merasakan ada keringanan dari sakitnya beliau membacanya, dan apabila kecapean maka diletakkanlah buku itu. Pada suatu hari dokter masuk ke ruang di mana beliau di rawat, dan dia melihat apa yang Syekh Ibnu Taimiyah lakukan. Kemudian dokter itu berkata kepadanya: "Tidak seharusnya engkau melakukan ini, engkau telah melemahkan dirimu sendiri, dan mengulur waktu kesembuhanmu". Kemudia beliau menjawab: "Bukankah jiwa apabila gembira dan bahagia akan menjadi kuat maka akan menolak penyakit?" Dokter itu kemudian menjawab: "Ia". Kemudian beliau berkata: "Sesungguhnya diriku bahagia dengan ilmu, menemukan releksasi dan kekuatan untuk menangkal penyakit. Maka ta'jublah dokter itu, dan ia sependapat dengan kebenaran apa yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Taimiyah.
Seharunsnya bagi seoarang pelajar minimal ada perpustakaan kecil di rumahnya. Di mana ia kumpulkan beberapa literatur-literatur penting sesuai dengan bidang keilmuan kecendrungannya. Begitu juga, ia bisa mengoleksi buku-buku, majalah-majalah penting yang suatu saat nanti akan diperlukan untuk pengembangan keilmuannya serta pekerjannya. Senang membaca dan membuat perpustakaan-perpustakaan khusus, merupakan kecintaan para ulama terdahulu kita. Sebagai bukti, diriwayatkan bahwa buku al-Imam Ahmad Ibnu Hambal ra mencapai beban atau muatan 12 Unta. Sedangkan 'Ali Ibnu Ahmad al-Amadi yang wafat tahun 710 H, merupakan pemilik sebuah perpustakaan besar pada zamannya.
Ada sebuah cerita berkenaan dengan kecintaan para ulama terdahulu akan buku. Suatu hari, Al-Sabai mendapat perintah untuk menghadap amirul mukminin Harun Ar-Rasyid. Al-Sabai kemudian berkata kepada ajudan amirul mukminin, "Wahai ajudan amirul mukminin, sampaikanlah kepada beliau bahwa Sabai tidak dapat sesegera mungkin untuk menghadap kepadanya. Saya harus menyelesaikan perbincangan yang sangat mengasyikkan ini hingga tuntas." Mendengar jawaban Sabai, sang ajudan pergi untuk melapor kepada amirul mukminin. Tak beberapa lama, sang ajudan tiba di kediaman amirul mukminin. Akan tetapi, kedatangan sang ajudan tanpa didampingi Al-Sabai membuat amirul mukminin bingung. Ia pun bertanya kepada ajudannya, apa yang terjadi? Mengapa kau berjalan seorang diri? Di manakah Al-Sabai? Atau ia sedang sakit sehingga tidak bisa menghadap diriku?" Ajudanpun menjawab pertanyaan amirul mukminin yang bertubi-tubi, "Amirul Mukminin, Al-Sabai berpesan bahwa dirinya tidak bisa segera mengahadap amirul mukminin karena harus menyelesaikan perbincangannya yang sangat asyik hingga tuntas."
Mendengar jawaban sang ajudan, amirul mukminin semakin penasaran. "Wahai Ajudan, di negeri ini adakah orang yang lebih penting selain diriku sehingga Al-Sabai mengabaikan perintahku?" tanya amirul mukminin kepada ajudannya. "Sepanjang pengetahuanku tidak ada orang yang lebih penting selain Tuan," jawab ajudan dengan rasa hormat. Tiba-tiba, di tengah pembicaraan amirul mukminin dan ajudan, Al-Sabai datang dan berkata, "Wahai Amirul Mukminin, maafkanlah saya karena tidak segera menghadap Anda." Dengan perasaan kaget, sambil menoleh ke arah suara tersebut, amirul mukminin berkata, "Saudaraku, sepenting apa orang yang kau temui sehingga menangguhkan pertemuan denganku." Sambil berjalan menuju amirul mukminin, dengan tenang Al-Sabai menjawab, "Ia orang yang menyenangkan, juga membuat kita bisa menangis, tertawa, merenung, dan menambah wawasan, serta pikirannku." Mendengar Al-Sabai berbicara mengenai orang yang ditemuinya, amiruk mukminin semakin tertarik dan bertanya lagi kepada Sabai, "Siapakah orang yang kau temui itu Saudaraku?" Sabai pun menjawab, "Ia seperti guru yang tidak pernah berdusta dan keliru. Ia adalah buku." (Mustofa, 2007: 23).
Aidh Al-Qarni, dalam buku laris manisnya "La Tahzan" mengungkapkan bahwa faedah membaca antara lain: Pertama, membaca dapat mengusir perasaan waswas, kecemasan dan kesedihan. Kedua, membaca dapat menghindarkan seseorang agar tidak tenggelam dalam hal-hal yang batil. Ketiga, membaca dapat menjauhkan kemungkinan seseorang untuk berhubungan dengan orang-orang yang menganggur dan tidak memiliki aktifitas. Keempat, membaca dapat melatih lidah untuk berbicara dengan baik, menjauhkan kesalahan ucapan, dan menghiasinya dengan balaghah dan fashahah. Kelima, Membaca dapat mengembangkan akal, mencerahkan pikiran, dan membersihkan hati nurani. Keenam, Membaca dapat meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan daya ingat dan pemahaman. Ketujuh, dengan membaca orang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain, kebijaksanaan kalangan bijak bestari dan pemahaman ulama. Kedelapan, mematangkan kemampuan seseorang untuk mencari dan memproses pengetahuan, untuk mempelajari bidang-bidang pengetahuan yang berbeda dan penerapannya dalam kehidupan nyata. Kesembilan, menambah keimanan khususnya ketika membaca buku-buku karangan kaum muslimin. Sebab buku merupakan pemberi nasehat yang paling agung, merupakan pendorong jiwa yang paling besar, dan merupakan penyuruh kepada kebaikan yang paling bijaksana. Kesepuluh, membaca dapat membantu pikiran agar lebih tenang, membuat hati agar lebih terarah, dan memanfaatkan waktu agar tidak terbuang percuma. Kesebelas, membaca dapat membantu memahami proses terjadinya kata secara lebih detail, proses pembentukan kalimat, untuk menangkap konsep dan untuk memahami apa yang berada di balik tulisan. Seorang penyair berkata, kehidupan jiwa adalah konsep dan makna, bukan yang engkau makan dan minum. (2004:122-123).
Anis Matta mengibaratkan orang yang tidak suka dan senang membaca, laksana orang yang masuk hutan belantara tanpa membawa peta. Dan orang itu pasti tersesat. Bahkan mungkin tidak bisa keluar kembali. Begitu juga kehidupan lanjutnya. Membaca adalah peta. Makin meyeluruh dan akurat peta yang kita miliki, makin cepat dan pasti kita sampai ke tujuan. (Tarbawi, 2008: 80).
` Sungguh orang Islam yang tidak suka membaca, baik dalam artian sempit maupun dalam artian yang luas, keislamannya patut dipertanyakan. Karena Islam datang dan wahyu pertama kali yang turun adalah perintah membaca (iqra'). Wallahu a'lam bis- showab.
* Sudah dimuat di Media Musirawas, Jum'at Tanggal 18 Juni 2010 M.